Beranda | Artikel
Pembatal-Pembatal Wudhu
Senin, 30 November 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Pembatal-Pembatal Wudhu merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 14 Rabiul Akhir 1442 H / 30 November 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Sunnah-Sunnah Dalam Berwudhu

Kajian Tentang Pembatal-Pembatal Wudhu

Dalam masalah pembatal wudhu ini kita tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu itu menjadikan wudhu batal kecuali apabila ada dalil yang menjelaskan hal tersebut. Sehingga pada asalnya sesuatu itu tidak membatalkan wudhu. Dia kita katakan membatalkan wudhu ketika kita sudah mendapatkan dalil bahwa sesuatu itu bisa merusak wudhu seseorang.

Ada beberapa hal yang ditunjukkan oleh dalil bisa membatalkan wudhu. Di antaranya:

1. Keluarnya kotoran dari dua jalan dan kentut

Keluarnya air kencing atau keluarnya kotoran dari belakang (air besar) atau keluarnya udara dari jalan belakang. Intinya bahwa pembatal yang pertama ini adalah keluarnya kotoran dari dua jalan dan kentut. Mana dalil yang menunjukkan hal ini? Keluarnya kotoran dari dua jalan bisa membatalkan wudhu. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائطِ

Atau ketika salah seorang dari kalian datang dari suatu tempat yang lebih rendah.

الغائط itu sebenarnya dalam bahasa berarti tempat yang rendah. Namun akhirnya kata ini digunakan di dalam Al-Qur’an dan dalam bahasa Arab sebagai kata qiyasan untuk menyebut orang yang buang hajat. Dan orang yang buang hajat itu biasanya dia mengeluarkan kotoran dari dua jalannya; dari jalan depan (qubul) dan jalan belakang (dubur). Ini hampir sama dengan kata “ke belakang” di Bahasa Indonesia. Kkata “ke belakang” itu kalau kita lihat dari makna bahasanya, arti “ke belakang” adalah ke arah belakang, tapi di bahasa kita dipakai untuk qiyasan buang hajat di toilet yang biasanya adanya di belakang rumah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam surat Al-Maidah ayat 6:

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Atau apabila salah seorang dari kalian selesai buang hajat, atau kalian menyentuh wanita, kemudian kalian tidak mendapatkan air untuk berwudhu, maka tayamumlah dengan debu yang baik.” (QS. Al-Maidah[5]: 6)

Penafsiran “menyentuh wanita” yang paling kuat dalam ayat ini adalah menjimak wanita.

Dikatakan di sini: “ketika kalian tidak mendapatkan air untuk berwudhu, maka tayamumlah kalian,” berarti kalau mendapatkan air, maka berwudhulah kalian. Dan ini menunjukkan bahwa dua masalah yang disebutkan (yaitu selesai buang hajat dan menjimak wanita) ini dua-duanya membatalkan wudhu, makanya diperintahkan setelah itu untuk berwudhu apabila ada air. Apabila tidak ada air, maka diperintahkan untuk tayamum.

Lihat juga: Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu

Ini dalil yang pertama. Dalil yang kedua adalah ijma’ para ulama. Para ulama telah sepakat bahwa keluarnya kotoran dari dua jalan tersebut membatalkan wudhu. Dan ijma’ para ulama itu dalil yang sangat kuat. Kenapa? Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu telah bersabda:

إِنَّ اللهَ قَدْ أَجَارَ أُمَّتِي أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلَالَةٍ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melindungi umatku dari bersepakat di atas kesalahan/kesesatan.”

Sehingga ketika para ulama Islam bersepakat di atas satu pendapat, maka pendapat itulah yang benar.

Kata-kata “keluarnya kotoran dari dua jalan” ini bukan berarti yang keluar harus sesuatu yang kotor. Tapi walaupun yang keluar adalah sesuatu yang terlihat bersih, tetap saja itu membatalkan wudhu. Misalnya kalau ada orang makan perhiasan, misalnya makan batu akik kemudian batu akik tersebut keluar dari dubur seseorang dan batu tersebut terlihat bersih sekali, tetap saja itu membatalkan wudhu.

Maka yang dimaksud dengan kotoran di sini tidak harus kotor. Memang biasanya yang keluar dari dua jalan tersebut selalu kotor, maka digunakanlah kata-kata “kotoran”. Hal ini tidak menunjukkan bahwa apabila yang keluar dari dua jalan tersebut tidak kotor kemudian tidak membatalkan wudhu.

Adapun kentut, ini juga membatalkan wudhu. Dalilnya adalah hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَا ينْصَرف حَتَّى يسمع صَوتا أَو يجد ريحًا

“Janganlah dia membatalkan shalatnya sampai dia benar-benar mendengar ada suara kentut atau dia mencium baunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Jangan sampai dia membatalkan shalatnya,” berarti kalau ada kentut, shalat seseorang menjadi batal. Dan ini menunjukkan bahwa wudhunya juga batal. Karena dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima shalat salah seorang dari kalian apabila dia hadats (di antara hadats adalah kentut) sampai dia berwudhu.” (HR. Bukhari)

Ketika mendengar hadits ini, salah seorang dari Hadramaut bertanya kepada sahabat Abu Hurairah: “Apa yang dimakdus dengan hadats dalam hadits tersebut wahai Abu Hurairah?” Maka Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu menjawab:

فساء أو ضراط

“Yang dimaksud dengan hadats dalam hadits tersebut adalah kentut.”

Hadits ini jelas menunjukkan bahwa kentut akan menghalangi keabsahan shalat seseorang. Dan shalat seseorang yang kentut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai dia berwudhu.

Larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk keluar dari shalat sampai mendengar ada suara atau ada bau berdasarkan hadits ini, menunjukkan bahwa perintah keluar dari shalat tersebut karena wudhunya batal. Dan ketika wudhunya batal maka shalat seseorang juga tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berkaitan dengan kentut ini, ada permasalahan yang sering terjadi di kalangan kaum muslimah, yaitu perasaan keluar udara dari jalan depan atau bahkan ada suaranya. Apakah ini membatalkan wudhu ataukah tidak? Ada khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan para ulama dalam masalah ini. Ada yang mengatakan itu membatalkan wudhu karena keluar dari salah satu dari dua jalan. Keluarnya bentuk apapun, maka membatalkan wudhu.

Ada yang mengatakan bahwa keluarnya angin yang sering terjadi pada kaum muslimah itu tidak membatalkan wudhu. Mereka berpegang teguh dengan hukum asal. Bahwa hukum asal sesuatu itu tidak membatalkan wudhu kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa itu membatalkan wudhu. Dan keluarnya angin dari jalan depan yang sering terjadi di kalangan kaum muslimah itu tidak disebut sebagai kentut. Sedangkan yang ada dalam hadits itu khusus berkaitan dengan kentut. Dan dalam bahasa Arab tidak dikenal kata kentut kecuali untuk menyebut angin yang keluar dari jalan belakang. Sehingga angin yang keluar dari jalan depan yang sering terjadi pada kaum muslimah tidak masuk dalam hadits tersebut. Wallahu ta’ala a’lam… pendapat kedua ini yang ana lihat lebih kuat.

Yang menguatkan pendapat kedua ini adalah bahwa tidak adanya dalil khusus yang menjelaskan masalah angin yang keluar dari jalan depan yang sering terjadi pada kaum muslimah. Padahal hal itu sering terjadi di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana itu sering terjadi di zaman ini, hal ini juga sering terjadi di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tapi tidak ada satupun penjelasan yang menjelaskan masalah itu. Kalau ini membatalkan wudhu, harusnya ada dalil khusus yang menjelaskan masalah itu. Karena hal ini sering terjadi di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan ini yang sesuai dengan nilai Islam yang memudahkan pemeluknya. Ajaran Islam ini ajaran yang mudah bagi pemeluknya. Dan keluarnya angin dari jalan depan yang sering terjadi di kalangan kaum muslimah, ini tidak seperti keluarnya angin dari jalan belakang. Adapun keluarnya angin dari jalan belakang itu masih bisa dikendalikan. Kecuali dalam keadaan darurat. Adapun keluarnya angin dari jalan depan yang sering terjadi di kalangan kaum muslimah ini tidak bisa dikendalikan. Dan ini akan sangat memberatkan seseorang apabila dikatakan itu membatalkan wudhu. Wallahu ta’ala a’lam.

2. Keluarnya mani, madzi dan wadi dari jalan depan

Sebenarnya ini hampir sama dengan kencing. Karena keluarnya sesuatu dari dua jalan ini tidak melihat dzatnya. Apapun yang keluar dari dua jalan ini, maka itu bisa membatalkan wudhu. Walaupun yang keluar mani, madzi atau wadi atau kencing atau air atau benda, itu semuanya bisa membatalkan wudhu.

Di sini disebutkan keluarnya mani, madzi dan wadi itu membatalkan wudhu karena adanya dalil khusus yang menjelaskan masalah ini.

Adapun madzi, ini adalah cairan lendir tapi encer, baunya amis dan bening. Madzi keluarnya di awal-awal syahwat, bukan di puncak syahwat. Dan ketika keluar tidak ada rasa nikmat.

Adapun mani, dia kental dan biasanya keruh, warnanya agak keputih-putihan, keluarnya ketika syahwat memuncak dan ada rasa nikmat ketika keluar, baunya juga amis.

Adapun wadi, ini cairan encer yang keluar ketika seseorang terasa capek sekali. Warnanya keruh putih. Keluarnya bisa sebelum kencing atau bisa setelah kencing. Ini ciri-ciri dari wadi. Dan tidak ada rasa nikmat ketika keluar, seperti orang kencing biasa.

Tiga cairan ini semuanya membatalkan wudhu. Adapun mani, ini telah disepakati oleh para ulama bahwa mani membatalkan wudhu disamping menjadikan seseorang hadats besar.

Adapun dalil bahwa madzi membatalkan wudhu, maka berdasarkan hadits dari sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:

كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً

“Aku dulu adalah seorang yang banyak keluar madzi.”

Ada orang-orang yang demikian, sering keluar madzi.

فَأَمَرْتُ رَجُلًا أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، لِمَكَانِ ابْنَتِهِ

“Maka aku pun memerintahkan seseorang untuk bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya malu bertanya masalah ini karena kedudukan Putri beliau yang aku nikahi.”

Orang itu pun akhirnya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ

“Berwudhulah dan basuhlah kemaluanmu.” (HR. Bukhari)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk berwudhu ketika seseorang mengeluarkan madzi, ini menunjukkan bahwa keluarnya madzi itu bisa membatalkan wudhu.

Bagaimana pembahasan tentang pembatal-pembatal wudhu ini? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan selanjutnya..

Download mp3 Kajian Pembatal-Pembatal Wudhu


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49478-pembatal-pembatal-wudhu/